Rabu, 04 Maret 2009

KHOMER

Rabu, 04 Maret 2009 1
Khomer adalah segala jenis minuman yang memabukkan sehingga menghilangkan kesadaran peminumnya, serta minuman yang banyak mengandung alkohol.
Hukumannya adalah didera 40 dera.
Dalilnya:














Artinya :Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(Al-Maidah:90).
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(Al-maidah : 91).

PENCURIAN

Pencurian adalah mengambil barang milik orang lain.Hukumannya adalah :
1.mencuri kali pertama hendaklah dipotong tangan kanannya
2.mencuri kali yang kedua hendaklah dipotong kaki kirinya.
3.mencuri kali ketiga dan berikutnya hendaklah dikenakan hukuman ta’zir dan dipenjarakan sehingga ia terbunuh.
Dalilnya :












Artinya :Laki-laki dan perempuan yang mencuri,potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
( Al-Maidah : 38 )

B U G H A T (PEMBERONTAK) DALAM KHAZANAH FIQIH ISLAM

B U G H A T (PEMBERONTAK) DALAM KHAZANAH FIQIH ISLAM
Oleh : M. Shiddiq al-JawiMakna

Bahasa BughatBughat بُغَاةٌ ) ( adalah bentuk jamak اَْلبَاغِيُ , yang merupakan isim fail (kata benda yang menunjukkan pelaku), berasal dari kataبَغى (fi’il madhi),َيبْغِيُ (fi’il mudhari’), danبُغْيَةً - بَغْيًا بُغَاءً - (mashdar). Kata بَغى mempunyai banyak makna, antara lain طَلَبَ (mencari, menuntut), ظَلَمَ (berbuat zalim), إِعْتَدَى / تَجَاوَزُالْحَدَّ (melampaui batas), dan كَذَبَ (berbohong) (Anis, 1972:64-65, Munawwir, 1984:65 & 106, Ali, 1998:341).Dengan demikian, secara bahasa, البَاغِيُ (dengan bentuk jamaknyaاَلْبُغَاةُ ) artinya اَلظَّالِمُ (orang yang berbuat zalim), اَلْمُعْتَدِيْ (orang yang melampaui batas), atau اَلظَّالِمُ الْمُسْتَعْلِيْ (orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri) (Ali, 1998:295, Anis, 1972:65).

Makna Syar’i BughatDalam definisi syar’i --yaitu definisi menurut nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah-- bughat memiliki beragam definisi dalam berbagai mazhab fiqih, meskipun berdekatan maknanya atau ada unsur kesamaannya. Kadang para ulama mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu al-baghy[u] (pemberontakan).Berikut ini definisi-definisi bughat yang dihimpun oleh Abdul Qadir Audah (1996:673-674), dalam kitabnya التشريع الجنائي الإسلامي ) At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy), dan oleh Syekh Ali Belhaj (1984:242-243), dalam kitabnya فصل الكلام في مواجهة ظلم الحكام (Fashl Al-Kalam fi Muwajahah Zhulm Al-Hukkam)

A. Menurut Ulama Hanafiyah.... البغي … الخروج عن طاعة إمام الحق بغير حق , و الباغي … الخارج عن طاعة إمام الحق بغير حق( حاسية ابن عابدين ج: 3 ص: 426 – شرح فتح القدير ج: 4 ص: 48 )"Al-Baghy[u] (pemberontakan) adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah) yang haq (sah) dengan tanpa [alasan] haq. Dan al-baaghi (bentuk tunggal bughat) adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq.” (Hasyiyah Ibnu Abidin, III/426; Syarah Fathul Qadir, IV/48).

B. Menurut Ulama Malikiyah... البغي ... الإمتناع عن طاعة من ثبتت إمامته في غير معصية بمغالبته ولو تأويلا ...... البغاة ... فرقة من المسلمين خالفت الإمام الأعظم أو نائبه لمنع حق وجب عليها أو لخلفه( شرح الزرقاني و حاشية الشيبان ص: 60)“Al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk mentaati orang yang telah sah menjadi imam (khalifah) dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah) walaupun karena alasan ta`wil (penafsiran agama)…Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham (khalifah) atau wakilnya, untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menggantikannya.” (Hasyiyah Az-Zarqani wa Hasyiyah Asy-Syaibani, hal. 60).

C. Menurut Ulama Syafi’iyah... البغاة ... المسلمون مخالفو الإمام بخروج عليه و ترك الانقياد له أو منع حق توجه عليهم بشرط شوكةلهم و تأويل و مطاع فيهم ( نهاية المحتاج ج: 8 ص: 382 ؛ المهذب ج: 2 ص: 217 ؛ كفاية الأخيارج: 2 ص: 197 – 198 ؛ فتح الوهاب ج: 2 ص: 153 )“Bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang yang seharusnya wajib mereka tunaikan (kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin yang ditaati (muthaa’) dalam kelompok tersebut.” (Nihayatul Muhtaj, VIII/382; Al-Muhadzdzab, II/217; Kifayatul Akhyar, II/197-198; Fathul Wahhab, II/153).... هم الخارجون عن طاعة بتأويل فاسد لا يقطع بفساده إن كان لهم شوكة بكثرة أو قوة و فيهم مطاع( أسنى المطالب ج: 4 ص: 111 )“Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru), yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah), karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati.” (Asna Al-Mathalib, IV/111).
Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah pemberontakan dari suatu kelompok orang (jama’ah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati (muthaa’), dengan ta`wil yang fasid (Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, II/674)

D. Menurut Ulama Hanabilah... البغاة ... الخارجون عن إمام ولو غير عدل بتأويل سائغ و لهم شوكة ولو لم يكن فيهم مطاع( شرح المنتهى مع كشاف القناع ج: 4 ص: 114 )“Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang imam --walaupun ia bukan imam yang adil-- dengan suatu ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai kekuatan (syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka.” (Syarah Al-Muntaha ma’a Kasysyaf al-Qana’, IV/114).

E. Menurut Ulama Zhahiriyah... بأنهم ينازعون الإمام العادل في حكمه فيأخذون الصدقات و يقيمون الحدود( ابن حزم , المحلى ج: 12 ص: 520 )“Bughat adalah mereka yang menentang imam yang adil dalam kekuasaannya, lalu mereka mengambil harta zakat dan menjalankan hudud” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XII/520).... البغي هو الخروج على إمام حق بتأويل مخطىء في الدين أو الخروج لطلب الدنيا( ابن حزم , المحلى ج: 11 ص: 97 - 98 )“Al-Baghy[u] adalah memberontak kepada imam yang haq dengan suatu ta`wil yang salah dalam agama, atau memberontak untuk mencari dunia.” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XI/97-98).

F. Menurut Ulama Syiah Zaidiyah... الباغي ... من يظهر أنه محق و الإمام مبطل و حاربه أو غرم وله فئة أو منعة أو قام بما أمره للإمام( الروض النضير ج: 4 ص: 331 )“Bughat adalah orang yang menampakkan diri bahwa mereka adalah kelompok yang haq sedang imam adalah orang yang batil, mereka memerangi imam tersebut, atau menyita hartanya, mereka mempunyai kelompok dan senjata, serta melaksanakan sesuatu yang sebenarnya hak imam.” (Ar-Raudh An-Nadhir, IV/331).Definisi Yang RajihDari definisi-definisi tersebut, manakah definisi yang kuat (rajih)? Untuk itu perlu dilakukan pengkajian yang teliti.
Dengan meneliti definisi-definisi di atas, nampak bahwa perbedaan yang ada disebabkan perbedaan syarat yang harus terpenuhi agar sebuah kelompok itu dapat disebut bughat (‘Audah, 1996:674). Misalnya, menurut ulama Syafi’iyah, syarat bughat haruslah karena ta`wil yang fasid, yaitu mempunyai penafsiran yang salah terhadap nash (Asna Al-Mathalib, IV/111). Sementara ulama Zhahiriyah, syarat bughat bisa saja karena ta`wil yang salah atau karena alasan duniawi, misalnya memperoleh harta benda atau jabatan (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XI/97-98).
Sedangkan syarat itu sendiri, dalam ushul fiqih, maksudnya adalah syarat syar’iyah, bukan syarat aqliyah (syarat menurut akal) atau syarat ‘aadiyah (syarat menurut adat) (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, I/186). Jadi syarat itu sebenarnya merupakan hukum syara’ (bagian hukum wadh’i), yang wajib bersandar kepada dalil syar’i, seperti wudhu --sebagai salah satu syarat shalat-- berdalil surah Al-Maidah ayat 6.
Maka, untuk melihat definisi yang rajih, atau untuk membuat definisi yang jami`an (mencakup unsur-unsur yang harus ada dalam definisi) dan mani’an (mencegah unsur-unsur yang tak boleh ada dalam definisi), kita harus melihat dalil-dalil syar’i yang mendasari terbentuknya definisi bughat.Dalil-dalil pembahasan bughat, adalah QS Al-Hujurat ayat 9 (Al-Maliki, 1990:79), dan juga hadits-hadits Nabi SAW tentang pemberontakan kepada imam (khalifah). Di antara ulama ada yang mengumpulkan dalil-dalil hadits ini dalam bab khusus, misalnya Imam Ash Shan’ani mengumpulkannya dalam bab Qitaal Ahl Al-Baghiy dalam kitabnya Subulus Salam III hal. 257-261. Abdul Qadir Audah mengumpulkannya pada aliena (faqrah) ke-659 dalam An-Nushush Al-Waridah fi Al-Baghiy dalam kitabnya At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy (Audah, 1992:671-672).
Di samping nash-nash syara’, pendefinisian bughat juga dapat mempertimbangkan data tarikh (sejarah) shahabat yang mengalami pemberontakan, seperti sejarah Khalifah Ali bi Abi Thalib dalam Perang Shiffin dan Perang Jamal. Imam Asy-Syafi’i –rahimahullahu-- berkata,”Saya mengambil [hukum] tentang perang bughat dari Imam Ali radhiyallahu ‘anhu.” (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1999:310).
Dalam hal ini telah terdapat Ijma’ Shahabat mengenai wajibnya memerangi bughat (Al-Anshari, t.t. :153; Al-Husaini, t.t.:197).Dengan mengkaji nash-nash syara’ tersebut, dapat disimpulkan ada 3 (tiga) syarat yang harus ada secara bersamaan pada sebuah kelompok yang dinamakan bughat, yaitu :pemberontakan kepada khalifah/imam (al-khuruj ‘ala al-khalifah),adanya kekuatan yang dimiliki yang memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi (saytharah),mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya (Al-Maliki, 1990:79; Haikal, 1996:63).Syarat pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah (imam) (al-khuruuj ‘ala al-imam). Hal ini bisa terjadi misalnya dengan ketidaktaatan mereka kepada khalifah atau menolak hak khalifah yang mestinya mereka tunaikan kepadanya, semisal membayar zakat. Syarat pertama ini, memang tidak secara sharih (jelas) disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat 9 :وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ ...“Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (zalim) maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah ...” (QS Al-Hujurat [49]:9)Namun demikian, Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari (w.925 H) dalam Fathul Wahhab (II/153) mengatakan,”Dalam ayat ini memang tidak disebut ‘memberontak kepada imam’ secara sharih, akan tetapi ayat tersebut telah mencakupnya berdasarkan keumuman ayatnya, atau karena ayat tersebut menuntutnya. Sebab jika perang dituntut karena kezaliman satu golongan atas golongan lain, maka kezaliman satu golongan atas imam tentu lebih dituntut lagi.”Jadi, dalil syarat pertama ini (memberontak kepada imam) adalah keumuman ayat tersebut (QS 49:9). Selain itu, syarat ini ditunjukkan secara jelas oleh hadits yang menjelaskan tercelanya tindakan memberontak kepada imam (al-khuruj ‘an tha’at al-imam). Misalnya sabda Nabi SAW :... مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً ... ( روه مسلم عن أبي هريرة )“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari Abu Hurairah).Adapun yang dimaksud imam atau khalifah, bukanlah presiden atau raja atau kepala negara lainnya dari negara yang bukan negara Islam (Daulah Islamiyah/Khilafah). Abdul Qadir Audah menegaskan, “[Yang dimaksud] Imam, adalah pemimpin tertinggi (kepala) dari Negara Islam (ra`is ad-dawlah al-islamiyah al-a’la), atau orang yang mewakilinya...” (At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, Juz II hal. 676).Hal tersebut didasarkan dari kenyataan bahwa ayat tentang bughat (QS Al-Hujurat : 9) adalah ayat madaniyah yang berarti turun sesudah hijrah (As Suyuthi, 1991:370). Berarti ayat ini turun dalam konteks sistem negara Islam (Daulah Islamiyah), bukan dalam sistem yang lain.

Hadits-hadits Nabi SAW dalam masalah bughat, juga demikian halnya, yaitu berbicara dalam konteks pemberontakan kepada khalifah, bukan yang lain (Lihat Subulus Salam, III/257-261). Demikian juga, pemberontakan dalam Perang Shiffin yang dipimpin Muawiyah (golongan bughat) melawan Imam Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah, jelas dalam konteks Daulah Islamiyah (Lihat Al-Manawi, Faidh Al-Qadir, II/336).

Dengan demikian, pemberontakan kepada kepala negara yang bukan khalifah, misalnya kepada presiden dalam sistem republik, tidak dapat disebut bughat, dari segi mana pun, menurut pengertian syar’i yang sahih.Syarat kedua, mempunyai kekuatan yang memungkinkan kelompok bughat untuk mampu melakukan dominasi. Kekuatan ini haruslah sedemikian rupa, sehingga untuk mengajak golongan bughat ini kembali mentaati khalifah, khalifah harus mengerahkan segala kesanggupannya, misalnya mengeluarkan dana besar, menyiapkan pasukan, dan mempersiapkan perang (Kifayatul Akhyar, II/197). Kekuatan di sini, sering diungkapkan oleh para fuqaha dengan istilah asy-syaukah, sebab salah satu makna asy-syaukah adalah al-quwwah wa al-ba`s (keduanya berarti kekuatan) (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 501). Para fuqaha Syafi’iyyah menyatatakan bahwa asy-asyaukah ini bisa terwujud dengan adanya jumlah orang yang banyak (al-katsrah) dan adanya kekuatan (al-quwwah), serta adanya pemimpin yang ditaati (Asna Al-Mathalib, IV/111).Syarat kedua ini, dalilnya antara lain dapat dipahami dari ayat tentang bughat (QS Al Hujurat:9) pada lafazh وَإِنْ طَائِفَتَان ...ِ (jika dua golongan...). Sebab
kata طَائِفَةٌ artinya adalah اَلْجَمَاعَةُ (kelompok) dan اَلْفِرْقَةُ (golongan) (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 571).

Hal ini jelas mengisyaratkan adanya sekumpulan orang yang bersatu, solid, dan akhirnya melahirkan kekuatan. Maka dari itu, Taqiyuddin Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar (II/198) ketika membahas syarat “kekuatan”, beliau mengatakan,”...jika (yang memberontak) itu adalah individu-individu (afraadan), serta mudah mendisiplinkan mereka, maka mereka itu bukanlah bughat.” Dengan demikian, jika ada yang memberontak kepada khalifah, tetapi tidak mempunyai kekuatan, misalnya hanya dilakukan oleh satu atau beberapa individu yang tidak membentuk kekuatan, maka ini tidak disebut bughat.Syarat ketiga, mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuannya.

Para fuqaha mengungkapkan syarat penggunaan senjata dengan istilah man’ah, atau terkadang juga dengan istilah asy-syaukah, karena asy-syaukah juga bisa berati as-silaah (senjata). Man’ah (boleh dibaca mana’ah) memiliki arti antara lain al-‘izz (kemuliaan), al-quwwah (kekuatan), atau kekuatan yang dapat digunakan seseorang untuk menghalangi orang lain yang bermaksud [buruk] kepadanya (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 888).Dalil syarat ketiga terdapat dalam ayat tentang bughat (QS Al Hujurat : 9), yaitu pada lafazh اقْتَتَلُوا (kedua golongan itu berperang). Ayat ini mengisyaratkan adanya sarana yang dituntut dalam perang, yaitu senjata (as-silaah). Selain dalil ini, ada dalil lain berupa hadits di mana Nabi SAW bersabda :مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّّلاحَ فَلَيْسَ مِنّاَ ( متفق عليه عن ابن عمر )“Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.” (Shahih Bukhari No. 6366, Shahih Muslim No. 143. Lihat Bab Qitaal Ahl Al-Baghi, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, III/257. Lihat juga hadits ini dalam Kitab Qitaal Ahl Al-Baghi, Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/217).

Dengan demikian, jika ada kelompok yang menentang dan tidak taat kepada khalifah, tetapi tidak menggunakan senjata, misalnya hanya dengan kritikan atau pernyataan, maka kelompok itu tak dapat disebut bughat.Berdasarkan semua keterangan di atas, maka jelaslah bahwa definisi bughat adalah kelompok yang padanya terpenuhi 3 (tiga) syarat secara bersamaan, yaitu :
(1) melakukan pemberontakan kepada khalifah/imam,
(2) mempunyai kekuatan yang memungkinkan bughat untuk mampu melakukan dominasi, dan (3) mengggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya (Haikal, 1996:63).

Atas dasar syarat-syarat itulah, Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, dalam kitabnya Nizham Al-Uqubat, hal. 79, mendefinisikan bughat sebagai berikut :... هم الذين خرجوا على الدولة الإسلامية , و لهم شوكة و منعة , أي هم الذين شقوا عصا الطاعة على الدولة , و شهروا في وجهها السلاح , و أعلنوا حربا عليها ...“Orang-orang yang memberontak kepada Daulah Islamiyah (Khilafah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan senjata (man’ah).
Artinya, mereka adalah orang-orang yang tidak mentaati negara, mengangkat senjata untuk menentang negara, serta mengumumkan perang terhadap negara.” (Al-Maliki, 1990:79).Lalu, bagaimana dengan syarat-syarat lain tentang bughat seperti adanya ta`wil yang menjadi pendorong pemberontakan (pendapat ulama Syafi’iyyah), atau syarat bahwa yang diberontak adalah imam yang adil (pendapat Ibnu Hazm) ? Muhammad Khayr Haikal dalam Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyyah (I/64) mengatakan bahwa ayat bughat (QS Al-Hujurat:9) tidak menyebutkan syarat tersebut (ta`wil). Sebab, menurut beliau, kata تَبْغِيْ(golongan yang menganiaya) dalam ayat tersebut, bersifat mutlak, tidak bersyarat (muqayyad) dengan adanya ta`wil yang masih dibolehkan (ta`wil sa`igh).

Maka, kemutlakan ayat tersebut tak membedakan apakah kelompok bughat memberontak atas dasar ta`wil dalam paham agama, ataukah karena alasan duniawi, seperti hendak memperoleh harta dan tahta.Hal yang sama dapat juga dikatakan untuk syarat bahwa yang diberontak adalah imam yang adil (pendapat Ibnu Hazm). Syarat ini tidak tepat, sebab ayat bughat bersifat mutlak, tidak ada persyaratan bahwa bughat adalah yang memberontak kepada imam yang adil.

Selain itu, hadits-hadits Nabi SAW tentang bughat juga bersifat mutlak (imam adil dan fasik), bukan muqayyad (hanya imam adil saja). Karena itulah, pendapat yang lebih tepat (rajih) adalah apa yang yang dinyatakan Syaikh Abdurrahman Al-Maliki :... ولا فرق في ذلك بين أن يخرجوا على خليفة عادل , أو خليفة ظالم , وسواء خرجوا على تأويل في الدين , أو أرادوا لأنفسهم دنيا , فانهم كلهم بغاة ما داموا شهروا السيف في وجه سلطان الإسلام .”Tidak ada beda apakah [golongan bughat itu] memberontak kepada khalifah yang adil atau khalifah yang zalim, baik karena alasan ta`wil dalam agama maupun menghendaki dunia (seperti harta atau jabatan). Semuanya adalah bughat, selama mereka mengangkat senjata untuk melawan kekuasaan Islam (sulthan al-islam).” (Al-Maliki, 1990:79) [ ]

PENGERTIAN ZINA

Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum.

Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya.Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.

1. Zina Dalam Pengertian Khusus Sedangkan yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.

Sedangkan As-syafi'iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.

Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh.

Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.

2. Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.

3. Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.

4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.

5. Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.

6. Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang 'adil'atau 'darul-Islam'. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.

Zina Dalam Pengertian UmumZina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT.

Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa' : 32) lalu menyambung pertanyaan akhi diatas

1. Yang termasuk zina adalah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Hukum Syar'i contohnya ialah seperti keterangan diatas baik menurut imam² Madzhab

2. Yang termasuk Zina Besar adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.dan yang termasuk zina kecil seperti keterangan hadist dibawah iniDari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw. Sabdanya : “Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan. Tidak mustahil dia pernah melakukannya. Dua mata, zinanya memandang. Dua telinga, zinanya mendengar. Lidah, zinanya berkata. Tangan zinanya memegang. Kaki, zinanya melangkah. Hati, zinanya ingin dan rindu, sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti dan tidak mengikuti.” (Hadis Shahih Muslim No. 2282)

Jika kita melihat dari Hadis Shahih Muslim tersebut, sudah jelas-jelas bahwa Pacaran itu termasuk Zina. Zina Mata = Memandang, Zina Telinga = Mendengar, Zina Lidah = Berkata, Zina Tangan = Memegang, Zina Kaki = Melangkah, Zina Hati = Ingin dan RinduMemang ini semua masuk dalam kategori Zina kecil. Tapi ini semua menjadi pintu untuk melakukan Zina besar , seperti dijelaskan pada akhir hadis yang berbunyi “…sedangkan faraj (kemaluan) hanya mengikuti dan tidak mengikuti.”Kenapa? Karena tidaklah mungkin orang akan berzina besar, jika zina kecil ini tidak dilakukan terlebih dahulu. Jadi meskipun zina kecil, hal ini juga tetap haram hukumnya.Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,Wassalam Hartono - Mangga Besar XIII

DIYAT

1. Pengertian Diat
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
a. Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.
b. Pembunuh yang tidak sengaja
c. Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.

2. Macam-macam diyat
Diyat ada dua macam :
a. Diyat Mughalazhah, yakni denda berat
Diyat Mughalazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda aas pembunuhan tidak sengaja dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan. Ada pun jumlah diat mughallazhah ialah : 100 ekor unta terdiri 30 ekor unta berumur 3 tahun, 30 ekor unta berumur 4 tahun serta 40 ekor unta berumur 5 tahun (yang sedang hamil).

Diat Mughallazah ialah :
· Pembunuhan sengaja yaitu ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa.
· Pembunuhan tidak sengaja / serupa
· Pembunuhan di bulan haram yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
· Pembunuhan di kota haram atau Mekkah.
· Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan kekeluargaanseperti Muhrim, Radhâ’ah atau Mushaharah.
· Pembunuhan tersalahdengan tongkat, cambuk dsb.
· Pemotongan atau membuat cacat angota badan tertentu.

b. Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.
Diyat Mukhoffafah diwajibkan atas pembunuhan tersalah. Jumlah dendanya 100 ekor unta terdiri dari 20 ekor unta beurumur 3 tahun, 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun dan 20 ekor unta betina umur 1 tahun.

Diyat Mukhoffafah dapat pula diganti uang atau lainya seharga unta tersebut. Diat Mukhoffafah adalah sebagai berikut :
· Pembunuhan yang tersalah.
· Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.
· Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.

3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai diat :
a. Masa pembayaran diyat, bagi pembunuhan sengaja dibayar tunai waktu itu juga. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja atau karena tersalah dibayar selama 3 tahun dan tiap tahun sepertiga.
b. Diyat wanita separo laki-laki.
c. Diyat kafir dhimmi dan muâ’hid separo diat muslimin.
d. Diyat Yahudi dan Nasrani sepertiga diat oran g Islam.
e. Diyat hamba separo diat oran g merdeka.
f. Diyat janin, sepersepuluh diat ibunya, 5 ekor unta.

4. Diyat anggota badan :
Pemotongan, menghilangkan fungsi, membuat cacad atau melukai anggota badan dikenakan diyat berikut :
Pertama : Diyat 100 (seratus) ekor unta. Diat ini untuk anggota badan berikut :
a. Bagi anggota badan yang berpasangan (kiri dan kanan) jika keduan-duanya potong atau rusak, yaitu kedua mata, kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, kedua bibir (atas bawah) dan kedua belah buah zakar.
b. Bagi anggota badan yang tunggal, seperti : hidung, lidah, dll..
c. Bagi tulang sulbi ( tulang tempat keluar air mani laki-laki)
Kedua : Diyat 50 ekor unta. Diyat ini untuk anggota badan yang berpasangan, jika salah satu dari keduanya ( kanan dan kiri) terpotong.
Ketiga : Diat 33 ekor unta ( sepertiga dari diatyang sempurna). Diyat ini terhadap :
a. Luka kepala sampai otak
b. Luka badan sampai perut
c. Sebelah tangan yang sakit kusta
d. Gigi-gigi yang hitam

Gigi satu bernilai 5 ekor unta. Kalau seseorang meruntuhkan satu gigi orang lain harus membayar dengan 5 ekor unta. Kalau meruntuhkan 2, harus membayar 10 ekor. Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigiorang lain, apakah harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi tersebut ? Ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat : cukup membayar diyat 60 ekor unta (dewasa). Ulama lain berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.

Hal Sumpah
Orang yang menuduh membunuh harus mengemukakan bukti dan oran g yang menolak tuduhan harus bersumpah. Apabila ada pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya, wali dari yang terbunuh bisa menuduh kepada sesorang atatu suatu kelompok yang mempunyai kaitan dengan pembunuhan, yaitu menyebutkan data-data.

Data-data yang dikemukakan seperti :
ü Orang yang dituduh pernah bertengkar pada hari-hari sebelumnya
ü Orang yang dituduh pernah disakitkan hatinya.
ü Adanya alat yang hanya dimiliki oleh tertuduh
ü Adanya berita dari seseorang tertuduh kalau tidak menerima tuduhan bisa membela diri dengan bersumpah, bahwa ia betul-betul tidak membunuh.

E. KIFARAT PEMBUNUHAN
Pembunuh disamping dia wajib menyerahkan diri unutk dibunuh atau diat (denda) maka ia diwajibkan juga membayar kifarat. Diyat adalah jenis denda sebagai tanda penyesalan atau belasungkawa kepada keluarga korban. Sedang kifarat adalah jenis denda sebagai tanda taubat kepada Allah SWT.

Ada pun kifarat akibat pembunuhan adalah memerdekakan hamba yang Islam atau dia wajib puasa dua bulan secara berturut-turut. Hal ini selaras dengan QS. An Nisaa: 92

A. PEMBUNUHAN
Macam-macam pembunuhan dan hukumnya :
Pembunuhan ada 3 macam (1) Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘amad); (2) Pembunuhan yang tidak disengaja (Qatlul syibhul ‘amad); dan (3) Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khatha’)

1. Pembunuhan yang disengaja (Qatlul ‘Amad)
Ialah pembunuhan yang direncanakan, dengan cara dan alat yang bisa (biasa) mematikan. Seperti :
· Membunuh dengan ; menembak, melukai dengan alat yang tajam, memukul dengan alat-alat yang berat, dan alat-alat yang lain.
· Membunuh dengan ; memasukkan dalam sel yang tidak ada udaranya, disekap dalam es dll.
· Membunuh dengan ; diberi racun, diberi obat yang tidak sesuai, disuntik dengan obat yang bisa mematikan.
· Membunuh dengan ; dibiarkan tidak diberi makan, minum dll.
Pembunuhan yang disengaja tersebut wajib diqishash, sebagaimana firman Allah QS. An Nisaa: 93 dan dipertegas dengan hadits rasulullah, ‘’Tidak halal (haram) membunuh orang muslim, kecualiada (salah satu) 3 sebab : kafir sesudah iman, berzina sesudah kawin dan membunuh oran g tanpa hak, baik karena dhalim dan permusuhan. (HR. Tirmidzy dan Nasaâ’i)

Orang yangmembunuh tanpa ada hak, harus diqishash, harus dibunuh juga. Kalau ahli waris (yang terbunuh) memaafkan pembunuhan tersebut, pembunuhan tidak diqishash (dihukum bunuh) tetapi harus membayar diyah yang besar, yaitu harus membayar dengan seharga 100 ekor unta tunai, pada waktu itu juga. Hal ini selaras dengan hadits rasulullah, ‘Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia diserahkan pada keluarga terbunuh. Apabila mereka mengkehendaki maka membunuhnya atau minta diyah dengan 30 ekor unta hiqqah, 30ekor unta jadzaâ’ah dan 40 ekor unta khalafah (jumlahnya 100 ekor unta). Hasil perdamaian itu untuk mereka (ahli waris si terbunuh). Demikian itu untuk memperkeras terhadap pembunuhan. (HR. Tirmidzi)

2. Pembunuhan tidak sengaja (Qatlul syibhul ’amad)
Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan. Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang memukul oran g lain dengan sapu lidi kemudian yang dipukul mati.

Pembunuhan tidak sengaja tidak kena hukuman qishash tetapi pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh dibayar selama 3 tahun dengan angsuran setiap tahun 1/3-nya.

3. Pembunuhan tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khathaâ’)
Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh ialah perbuatan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi seseorang mati karena perbuatannya. Misalnya orang melempar batu ke hutan tiba-tiba oran g mati terkena batu tersebut.

Orang membunuh orang lain tidak sengaja wajib memerdekakan seorang budak mu’min adil

B. QISHASH
1. Pengertian Qishash
Menurut syaraâ’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya.

2. Qishash ada 2 macam :
a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
b. Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

3. Syarat-syarat Qishash
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib qishash bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
b. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qishash bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
c. Oran g yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.
d. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e. Qishash itu dilakukan dengn jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
f. Oran g yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa oran g kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ �(HR. Turmudzi dan Nasaâ’)

4. Pembunuhan olah massa / kelompok orang
Sekelompok oran g yang membunuh seorang harus diqishash, dibunuh semua..

5. Qishash anggota badan
Semua anggota tubuh ada qishashnya. Hal ini selaras dengan firman-Nya, ‘Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.’ (QS. Al-Maidah : 45)

C. HIKMAH QISHASH
Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh oran g, tentu ia takut membunuh oran g lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.

Ringkasnya, menjatuhkan hukum yang sebanding dan setimpal itu, memeliharakan hidup masyarakat: dan Al-Quran tiada menamai hokum yang dijatuhkan atas pembunuh itu, dengan nama hukum mati atau hukum gantung, atau hukum bunuh, hanya menamai hukum setimpal dan sebanding� dengan kesalahan. Operasi pemberantasan kejahatan yang dilakukan pemerintah menjadi bukti betapa tinggi dan benarnya ajaran islam terutama yang berkenaan hukum qishash atau hukum pidana Islam.

QODZAF

Secara bahasa makna kata “qodzaf” adalah ar-rum-yu bisy-syay-‘i (menuduh sesuatu). Sedangkan secara istilah adalah menuduh berzina atau melakukan liwath (homoseksual). Hukumannya adalah 80 kali cambukan.
Dalilnya :








Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. (An-Nur : 4).

PRAMPOKAN

Perampokan adalah suatu tindakan kriminal dimana sang pelaku perampokan (disebut perampok) mengambil kepemilikan seseorang/sesuatu melalui tindakan kasar dan intimidasi. Karena sering melibatkan kekasaran, perampokan dapat menyebabkan jatuhnya korban.

Secara singkat perampokan adalah mengambil harta atau kepemilikan harta atau hak orang lain secara paksa. Hukumannya adalah dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan, atau dibuang dari negerinya.
Dalilnya :













Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,( Al- Maidah : 33)
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al- Maidah : 34 )
 
SMA-Khadijah-Surabaya ◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates